Guru, Riwayatmu Kini………
oleh Rizqi Nur Farida
SOSOK Ibu Guru Muslimah dalam Film Laskar Pelangi sangat menyentuh hati.
Dengan penuh kasih ia didik murid-muridnya, ia terima semua kelebihan dan
kekurangan dari murid-murid tersebut. Ia mengajar dengan penuh kelembutan dan
dedikasi yang tinggi. Dalam kebimbangan ia mampu menjadi motivator bagi para
muridnya. Ketika murid membutuhkan ilmu ia menjadi transformator. Ketika harus
menggali kreativitas murid ia menjadi fasilitator. Ketulusan dan kreativitas
Guru Muslimah dalam mendidik para muridnya merupakan suatu pelajaran berharga
yang patut diteladani, khususnya bagi kaum guru.
Seperti apa
pun perubahan zaman dan perkembangan teknologi, ketulusan mengabdi seorang guru
tetap diperlukan demi masa depan putra-putri bangsa. Walaupun zaman telah
berubah, teknologi semakin maju, peradaban semakin berkembang nilai-nilai
keluhuran budi harus tetap dipertahankan. Seorang pendidik berkewajiban untuk
menumbuhkan nilai-nilai kehidupan, budi pekerti, dan norma-norma pada
murid-muridnya.
Guru sebagai
sosok yang digugu lan ditiru. Dari pameo tersebut tersirat pandangan
serta harapan masyarakat terhadap seorang guru. Dalam kedudukan seperti itu
guru tidak hanya sebagai pengajar di kelas namun juga tampil sebagai pendidik
di sekolah maupun di masyarakat. Harapan ini akan menjadi rancu manakala ada
oknum guru yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Bahkan berita-berita
di koran sering memuat tindak asusila yang dilakukan oleh oknum guru. Guru yang
semula harus menjadi panutan akhirnya menjadi bahan hinaan masyarakat. Guru
yang seperti inilah yang mencoreng citra guru. Masyarakat menjadi ragu untuk
mempercayakan pendidikan putra-putrinya kepada guru. Kiranya para guru wajib merenung, introspeksi diri,
agar menjadi guru yang mempunyai citra di masyarakat.
Kualitas guru
belakangan ini banyak diragukan oleh berbagai kalangan masyarakat. Beberapa
upaya pemerintah sebagai bentuk perhatian pada para guru telah diusahakan dengan
melakukan pelatihan, peningkatan pendidikan bergelar, sertifikasi, dan pemberian
tunjangan profesi guru (sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada Majalah Suara
Guru edisi khusus Hari Ulang Tahun PGRI ke-63).
Berdasarkan
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang menyatakan
bahwa guru perlu menguasai 4 (empat) kompetensi, yakni pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional. Namun nampaknyaknya
realitas di lapangan empat kompetensi tersebut belum seluruhnya dikuasai
oleh para guru. Sebagai contoh pengembangan kurikulum, guru enggan membuat
Program Tahunan (Prota), Program Semester (Promes), silabus bahkan sampai
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru lebih senang copy paste
perangkat pembelajaran yang sudah ada tanpa mencermati lebih dalam kekurangan
dan kelebihan perangkat tersebut. Dalam bidang teknologi guru juga belum banyak
yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran. Banyak
guru yang masih gaptek (gagap teknologi) sehingga tidak pernah memanfaatkan
internet untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan.
Agaknya
mengharapkan sosok guru yang pinunjul, mumpuni, dan disegani seperti yang
tergambar dalam figur ibu Muslimah terlalu berlebihan pada saat ini. Di hadapan
siswanya, kata-kata guru bukan lagi “sabda” yang mesti diturut. Bahkan, dalam banyak hal, guru harus lebih
sering mengelus dada, merenungi nasibnya yang kurang beruntung. Dengan tingkat
kesejahteraan yang minim, status sosial guru semakin tersisih di tengah-tengah
masyarakat yang mendewakan hal-hal yang bersifat duniawi dan kebendaan.